Kemiskinan di Jawa Tengah Yang Dipimpin Ganjar Pranowo, Ini faktanya !


Banyak berseliweran info bahwa Ganjar Pranowo tidak berhasil memimpin sebagai gubernur Jawa Tengah karena konon kabarnya di provinsi itu tingkat kemiskinan masih tinggi yang artinya jumlah penduduk miskin disana masih besar jumlahnya. Benarkah demikian? 


Mari kita lihat saja dari data Badan Pusat Statistik (BPS), data resmi dari pemerintah. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di Jateng pada semester II tahun 2022 masih ada  sebesar 3,8 juta penduduk. Memang jumlah ini masih cukup signifikan. Pada periode yang sama, jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta hanya sebesar 494 ribu orang (jiwa). 


Sebagai perbandingan, provinsi Sumatera Utara yang juga termasuk provinsi besar misalnya, jumlah penduduk miskin pada waktu yang sama ialah 1,2 juta penduduk. Jawa Tengah memang merupakan provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak rangking 3 di Indonesia. 


Sementara itu, bila dilihat dari tingkat pengangguran pada data BPS per Februari 2023, tingkat pengangguran terbuka di Jateng juga terbilang tinggi, masih mencapai 5,24%. Masih dari BPS, bila dilihat tingkat pengangguran Terbuka (TPT) di semua provinsi di Indonesia, maka Banten merupakan  provinsi dengan TPT tertinggi di Indonesia pada Februari 2023, sebesar 7,97%.




Apakah  tingkat pengangguran terbuka Jateng itu termasuk tinggi atau rendah? Tentunya termasuk tinggi untuk sebuah wilayah yang sudah mapan. Untuk level negara, bisa kita bandingkan misalnya tingkat pengangguran terbuka di Thailand yang hanya 1,4% lalu Rwanda 1,6%, Cambodia malahan hanya 0,6% dan Niger di Afrika itu hanya 0.8%. Bagaimana dengan negara besar lainnya? Lihat saja, tingkat pengangguran terbuka di Amerika Serikat 3,9%, China  4,8%, Jepang 2,8%, dan Jerman 3,5%.


Salah satu yang juga masih memprihatinkan, tingkat angka stunting (gizi buruk) di Jawa Tengah yang juga terbilang masih tinggi. Menurut data, tak kurang dari 540 ribu (20,8%) anak di provinsi Jateng mengalami kondisi kekurangan asupan gizi atau gizi buruk alias  stunting. Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Kabarnya pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki target menurunkan angka stunting hingga 14% pada tahun 2023. Tentu saja ini masih perlu pembuktian. 

Dengan tingkat gizi buruk yang masih di level 20,8% pada tahun 2022 itu, percepatan penurunan stunting di Jawa Tengah harusnya memang menjadi prioritas yang sungguh-sungguh dari Ganjar sebelum maju Pilpres. Selama ini lima kabupaten yang memiliki angka prevalensi stunting tertinggi di Jateng antara lain Kabupaten Brebes, Temanggung, Magelang, Purbalingga dan Blora.


 Penanggulangan stunting ini sangat mendesak yang harus segera dilakukan karena stunting memiliki dampak sangat serius dalam jangka panjang melalui penurunan produktivitas SDM dan lemahnya daya saing ekonomi bangsa. Stunting dapat memengaruhi kualitas sumber daya manusia. Bukan hanya berdampak kepada kondisi fisik anak, melainkan juga kesehatan hingga kemampuan berpikir anak. 


Di Jateng, salah satu indikator yang juga masih memprihatinkan ialah tingginya tingkat anak putus sekolah. Cukup miris, 45 ribu anak di Jawa Tengah putus sekolah tiap tahunnya. Hal itu juga diakui oleh Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Heri Pudyatmoko yang beberapa waktu lalu menjelaskan bahwa 45 ribu anak putus sekolah setiap tahunnya di wilayah ini. Menurutnya, faktor terbesar yang membuat anak putus sekolah adalah permasalahan biaya.  


Di Jawa Tengah, tuturnya, remaja usia 16-18 tahun yang seharusnya berada di bangku SMA sederajat, ternyata 67,9 persen tidak sekolah. Cukup tinggi angkanya. Banyak remaja yang akhirnya lebih memilih bekerja, merantau, atau pilihan lain seperti pernikahan dini. Penyebabnya, perekonomian orang tuanya yang merosot terlebih setelah terdampak pandemi Covid-19.


Bacaan Lainnya :


Lebih baru Lebih lama